Keunikan dan keindahan serta keanekaragaman kehidupan bawah laut dari kepulauan Indonesia yang membentang luas di cakrawala khatulistiwa masih banyak menyimpan misteri dan tantangan terhadap potensinya. Salah satu dari potensi tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang dan jika kaitkan dengan pengembangan wisata bahari, maka keberadaan biota laut yang satu jelas mempunyai andil yang sangat besar. Karena, keberadaannya sangat penting dalam pengembangan berbagai sektor termasuk sektor pariwisata. Terumbu karang merupakan ekosistem khas yang terdapat di daerah tropis yang terbentuk dari endapan-endapan massif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi dibandingkan ekosistem lainnya, demikian pula dengan keanekaragaman hayatinya. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat asuhan bagi berbagai biota, terumbu karang juga menghasilkan produk bernilai ekonomis penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan terumbu karang didasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam. Namun, keadaan terumbu karang di Indonesia terus berada dalam keterpurukan. Berbagai ancaman menuju kehancuran tak juga berakhir, bahkan ancaman-ancaman itu kini menjadi hal yang menakutkan bagi pemulihan dan pertumbuhannya. Padahal, Indonesia dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo-Pasifik. Indonesia memiliki areal terumbu karang seluas 60.000 kilometer persegi lebih. Sejauh ini telah tercatat kurang lebih 354 jenis karang yang termasuk kedalam 75 marga. Ancaman yang hingga saat ini belum juga terselesaikan berasal dari manusia sendiri. Yang tak hentinya melakukan penghancuran, peracunan hingga pengambilan karang-karang laut. Hasrat para nelayan liar untuk mendapatkan keuntungan besar dengan cara yang mudah, membuat mereka tak mempedulikan kelangsungan hidup karang. Sehingga, para nelayan melakukan pengeboman di daerah terumbu karang untuk mendapatkan ikan yang berlimpah. Pengeboman terjadi, ikan-ikan yang berada di sekitar itu langsung mengalami kematian massal yang juga diikuti dengan kehancuran karang yang menjadi rumah mereka. Anehnya, nelayan banyak yang tak mau tahu, karena yang ada dalam pikirannya hanya mendapatkan hasil banyak dan berpikr kalau terumbu karang masih sangat luas. Kasus pengeboman itu sendiri sudah mengalami penurunan 5 tahun terakhir. Itu setelah dilakukannya pendekatan kepada para nelayan dan hukum telah ditegakkan. Begitu juga dengan kasus pengrusakan karang. Walau begitu, kegiatan tak bertanggungjawab itu sudah terlanjur berdampak terhadap kerusakan sebagian besar karang yang ada karena proses pembiusan ikan dengan menggunakan bahan kimia berimplikasi terhadap karang yang sangat sensitif dengan bahan kimia untuk pembiusan ikan. Kegiatan penangkapan ikan dengan pembiusan ada, karena banyaknya permintaan ikan hias. Sehingga, jalan untuk menangkapnya dilakukan dengan cara pembiusan agar ikan-ikan itu tidak mati. Kalau dua kasus itu telah mengalami penurunan, satu hal yang masih juga belum bisa dikendalikan lantaran tak memiliki dasar hukum dan aturan yakni overfishing (penangkapan berlebih). Kegiatan ini sudah tentu mengancam karang, karena banyak terjadi pengambilan karang dari laut untuk dibuat bahan bangunan, juga pengambilan secara berlebih terhadap teripang laut dan juga kima yang merupakan bagian dari terumbu karang. Selain itu, overfishing juga dinilai mengancam sumber daya ikan di lautan. Di mana jika terus menerus dieksploitasi akan berdampak berkurangnya, bahkan punahnya ikan-ikan jenis tertentu. Kalau sudah begitu, sudah pasti generasi mendatang takkan lagi bisa menikmati sumber daya ikan. Kaitannya antara karang dan ikan sudah tentu sangat erat. Sebab, jika spesies ikan berkurang akibat penangkapan yang tak terkendali, maka aktifitas di sekitar karang akan menurun pula yang tentunya juga akan mengganggu proses alami yang ada di laut. Overfishing inilah yang hingga saat ini belum bisa dikendalikan di perairan Indonesia dan tak bisa dilakukan pencegahan jika belum adanya sebuah regulasi yang mengatur. Dan sampai saat ini, kegiatan itu masih terus berlangsung. Kerusakan yang diakibatkan oleh manusia itulah yang coba diminimalkan saat ini. Itu dengan akan diusulkannya regulasi tentang overfishing dan juga akan diusulkan satu daerah yang mana tidak dibolehkan nelayan menangkap ikan. Seperti yang diungkapkan Sekretaris Eksekutif Coral Reef Rehabilitation and Management Program II (COREMAP II), Jamaluddin Jompa. Dikatakannya, saat ini pihaknya tengah bekerja keras guna meminimalisir pengrusakan terumbu karang akibat ulah manusia. Upaya ini dilakukan dengan harapan kekayaan laut ini bisa terjaga dengan baik. “ Tentunya hal itu dilakukan dengan pendekatan dan juga penegakan hukum. Dan khusus untuk overfishing, ini akan kita perjuangkan agar juga nantinya ada regulasi yang bisa mengatur,” ujarnya kepada Indonesia Maritime Magazine. Jamaluddin menyebutkan bahwa kerusakan karang di Indonesia sangat jelas. Menurut data Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Tahun 2009 saja, tercatat kalau luas terumbu karang Indonesia 70.000 kilo meter persegi yang masih dalam kondisi sangat baik hanya 5,5 persennya saja. Hal itu menunjukkan penurunan yang signifikan dari 2000 lalu yang mana pada tahun itu terumbu karang yang kondisinya sangat baik mencapai 6,2 persen. “Data LIPI 2009 juga me¬nye¬but¬kan kalau terumbu karang yang kondisinya baik mencapai 26 persen, cukup baik 37 persen dan yang sudah mengalami kehancuran sebanyak 31,5 persen. Kenyataan itulah yang nampak saat ini dan diprediksikan bakal akan terjadi lagi kerusakan-kerusakan pada terumbu karang ke depannya,” bebernya. Di samping ulah jahil tangan manusia, tutur Jamaluddin, yang menjadi ancaman terum¬bu karang ke depannya adalah pemanasan global yang berdam¬pak pada perubahan iklim atau yang disebut dengan climate change dan juga ancaman lainnya seperti sidemantasi, pencemaran laut, serta sampah. Padahal, kerusakan terumbu karang saat ini yang mencapai 31,5 persen sangat sulit untuk dilakukan pemulihan. Apalagi pertumbuhan karang sangat lambat dan areal yang hancur sangat luas. “Dalam pemulihan kembali sekaitan dengan karang itu tak bisa dilakukan penanaman ulang seperti layaknya hutan. Karena pertumbuhan karang sangat lambat,” tuturnya. Untuk itu, lanjut Jamaluddin, saat ini COREMAP II mengupayakan untuk mempertahankan terumbu karang yang kondisinya masih sangat baik. Sementara adanya ide untuk penanaman baru karang tak menjadi program mereka, di mana hal itu membutuhkan biaya yang cukup tinggi. “Kalau ada yang menginginkan agar dilakukan saja penanaman kembali terumbu karang, itu hal yang sangat sulit. Tapi, kita biarkanlah karang yang rusak itu tumbuh kembali dengan sendirinya oleh proses alam. Itu lebih baik ketimbang jika hendak dilakukan penanaman karang,” katanya. Tindakan penyelamatan juga tengah dilakukan Komisi IV DPR. Salah satunya, dengan menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan yang nantinya diharpakan akan mengatur sanksi hukum terkait pengrusakan ekosistem laut dan juga tingkah nelayan Indonesia yang sangat gemar melakukan penangkapan ikan secara berlebih, serta pengambilan karang untuk bahan bangunan. Anggota Komisi IV DPR RI, Bahrum Daido kepada Indonesia Maritime Megazine mengungkapkan kalau pihaknya sangat prihatin dengan kondisi terumbu karang di Indonesia. Untuk itulah nanti, semua aspek yang akan mengganggu terumbu karang akan diatur dalam RUU itu, agar supaya terumbu karang di Indonesia bisa pulih kembali. “Kita terus berupaya agar supaya pembahasan RUU itu bisa segera dilakukan. Dan pembahasannya sendiri nampaknya baru akan dilakukan pada akhir tahun,” tutur Bahrum.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment